Rapat Komite SMP Maraqitta'limat Mamben Tahun 2016 |
Penyelenggaraan otonomi daerah harus
diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang
pendidikan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan,
diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali
potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan
akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan di tingkat
kabupaten/kota dan komite sekolah di tingkat satuan pendidikan.
Dewan pendidikan dan komite sekolah
merupakan amanat rakyat yang telah tertuang dalam UU Nomor 25 tahun 2000
tentang program pembangunan nasional (Propernas 2000 – 2004). Amanat rakyat ini
selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah memposisikan kabupaten/kota
sebagai pemegang kewenangan dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota,
melainkan juga dalam beberapa hal telah diberikan kepada satuan pendidikan,
baik pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Dengan kata lain,
keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggungjawab
pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah propinsi, kabupaten/kota, dan pihak
sekolah, orang tua, dan masyarakat atau stakeholder pendidikan. Hal ini sesuai
dengan konsep partisipasi berbasis masyarakat(Community-based participation) dan
manajemen berbasis sekolah (school-based management).
Paradigma manajemen berbasis sekolah
(MBS) beranggapan bahwa, satu-satunya jalan masuk yang terdekat menuju
peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi dan
akuntalibitas pendidikan. Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku
utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala
keputusan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus
dihasilkan dari interaksi ketiga pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder
pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah,
karena mereka adalah pembayar pendidikan melalui pembayaran pajak, sehingga
sekolah-sekolah harus bertanggungjawab terhadap masyarakat.
Namun demikian, entitas yang disebut
“masyarakat” itu sangat komplek dan tak terbatas (borderless) sehingga sangat
sulit bagi sekolah untuk berinteraksi dengan masyarakat sebagai stakeholder
pendidikan. Untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah, konsep masyarakat itu
perlu disederhanakan (simplified) agar menjadi mudah bagi sekolah melakukan
hubungan dengan masyarakat itu. Penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan
melalui “perwakilan” fungsi stakeholder, dengan jalan membentuk komite sekolah
di tingkat satuan pendidikan.
Komite sekolah hendaknya
merepresentasikan keragaman yang ada agar benar-benar dapat mewakili
masyarakat. interaksi antara masyarakat dapat diwujudkan melalui mekanisme
pengambilan keputusan antara sekolah dengan komite sekolah. Dengan demikian,
komite sekolah merupakan badan yang mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pendidikan pra sekolah, jalur
pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Disamping itu, komite
sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis, dibentuk
berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang
bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
Di beberapa negara telah berdiri lembaga
seperti Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, misal:
- COMPASS (Community Participation of Singapore) di
negara Singapura.
- PIBG (Persatuan Ibu Bapa dan Guru) di negara
Malaysia.
- PTA (Parent Teacher Associaton) di Amerika
Serikat.
- CHSC (The Committee on Home-School Cooperation)
di negara Hongkong.
Ditinjau dari perspektif sejarah
persekolahan pada tingkat SD, SMP/MTs, dan SMU/SMK/MA di Indonesia, masyarakat
sekolah khususnya orang tua siswa, telah memerankan sebagian fungsinya dalam
membantu penyelenggaran pendidikan.
- Sebelum
tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di lingkungan masing-masing sekolah
telah membentuk persatuan orang tua dan guru (POMG).
- POMG
dibubarkan awal tahun 1974 dan dibentuk suatu badan yang dikenal dengan
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Seiring dengan perkembangan
tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang
diberikan oleh sekolah dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi pendidikan,
perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi dalam
suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari
orang tua siswa.
- Dalam
memasuki era MBS perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang
dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun budaya
baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat sekolah” memiliki
loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu
masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka komite sekolah merupakan
bentuk atau wujud-wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan (SK
Mendiknas Nomor 044/U/2002)
Peran dan Fungsi
Keberadaan komite sekolah harus bertumpu
pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan
hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pembentukannya harus memperhati
pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang
dijalankan komite sekolah adalah sebagai berikut:
- Pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan.
- Pendukung
(supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun
tenaga dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan pendidikan.
- Pengontrol
(controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaran dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
- Mediator
antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Untuk menjalankan perannya itu, komite
sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:
- Mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
- Melakukan
kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia
industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.
- Menampung
dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
- Memberikan
masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
- Kebijakan dan program pendidikan
- Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah
(RAPBS/RKAS)
- Kriteria kinerja satuan pendidikan
- Kriteria tenaga kependidikan
- Kriteria fasilitas pendidikan, dan
- Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
- Mendorong
orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung
peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
- Menggalang
dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
- Melakukan
evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Berdasarkan PP nomor 17 tahun 2010 (PP
nomor 66 tahun 2010) tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, komite
sekolah memiliki peran dan fungsi:
Pasal 196:
- Komite
sekolah/madrasah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan
prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
- Komite
sekolah/madrasah menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional.
- Komite
sekolah/madrasah memperhatikan dan menindaklanjuti terhadap keluhan,
saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan.
- Komite
sekolah/madrasah dibentuk untuk 1 (satu) satuan pendidikan atau gabungan
satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
- Satuan
pendidikan yang memiliki peserta didik kurang dari 200 (dua ratus) orang
dapat membentuk komite sekolah/madrasah gabungan dengan satuan pendidikan
lain yang sejenis.
- Komite
sekolah/madrasah berkedudukan di satuan pendidikan.
- Pendanaan
komite sekolah/madrasah dapat bersumber dari:
- Pemerintah
- Pemerintah
daerah
- Masyarakat
- Bantuan
pihak asing yang tidak mengikat, dan/atau
- Sumber
lain yang sah.
Pasal 197:
- Anggota
komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang,
terdiri atas unsur:
- Orang
tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen)
- Tokoh
masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), dan
- Pakar
pendidikan yang relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen).
- Masa
jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan
dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
- Anggota
komite sekolah/madrasah dapat diberhentikan apabila:
- Mengundurkan
diri
- Meninggal
dunia, atau
- Tidak
dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap
- Dijatuhi
pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Susunan
kepengurusan komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat orang tua/wali
peserta didik satuan pendidikan.
- Anggota
komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat orang tua/wali peserta didik
satuan pendidikan.
- Ketua
komite dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipilih dari dan
oleh anggota secara musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara.
- Anggota,
sekretaris dan ketua komite sekolah/madrasah ditetapkan oleh kapal
sekolah.
Komite sekolah sesuai dengan peran dan
fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut:
- Komite
sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada
stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun
kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.
- Menyampaikan
laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa materi (dana,
barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran)
kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
Implementasi di Satuan Pendidikan
Komite sekolah telah terbentuk di
seluruh satuan pendidikan di kabupaten Gunungkidul, dengan proses pembentukkan
pada umumnya telah sesuai dengan prinsip dan mekanisme serta berpedoman dengan
7 langkah sesuai buku panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah. Hingga saat ini Komite Sekolah sangat bervariasi baik dilihat
dari struktur, mekanisme, pengelolaan organisasi, dan pelaksanaan peran dan
fungsinya sehingga dampaknya terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan
juga sangat bervariasi.
Dari hasil monitoring yang dilakukan
oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Gunungkidul terhadap komite sekolah pada tahun
2007, 2008 dan 2009 dengan hasil bahwa di seluruh komite sekolah di Gunungkidul
(terkecuali madrasah) telah memiliki AD dan ART, kantor dan program kerja.
Lebih lanjut dapat kami sampaikan berikut:
- Majlis sekolah menengah kejuruan (MSMK) di
Gunungkidul mayoritas telah melaksanakan peran dan fungsinya secara
maksimal melalui berbagai kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan
operasional yang kreatif dan inovatif. Keunggulan dari MSMK yakni ada
unsur kunci yang utama yakni kerjasama dengan perusahaan atau DUDI, yang
salah satu tugasnya adalah sebagai assessor atau penguji, atau lembaga
yang akan melaksanakan sertifikasi lulusan. Kerjasama antara MSMK dengan
DUDI merupakan keunggulannya.
- Komite sekolah SMA dan SMP pada umumnya telah
berjalan dengan baik dari proses pembentukannya telah sesuai dengan
ketentuan Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pertemuan
rutin terprogram dengan baik. Dalam melaksanakan peran dan fungsinya
dengan baik. Memang ada beberapa sekolah yang komite sekolahnya tidak
berjalan sama sekali (khususnya beberapa SMA dan SMP swasta).
- Komite Sekolah Dasar (SD) prosentasenya lebih banyak
yang belum berjalan sebagaimana harapan Undang-Undang khususnya
sekolah-sekolah yang serba terbatas. Hal ini dapat dilihat dengan hasil
keluaran pendidikannya, nampaknya eksistensi komite sekolah sebanding
lurus dengan output pendidikannya.
Bila dikelompokkan setidaknya ada 3
kelompok yang membedakan (ciri wanci—jawa) komite sekolah di dalam memainkan
peran dan fungsinya:
- Sering disebut komite sekolah tukang stempel:
pembentukan komite sekolah model ini dapat dipastikan tidak melaksanakan
Prinsip dan mekanisme pembentukan yang telah diatur dalam Kepmendiknas
044/U/2002. Kepala sekolah hanya menetapkan pengurus BP3 (yang dianggap
sejalan dan dapat dikendalikan) diberikan SK sebagai Komite Sekolah,
komite sekolah seperti ini hanya mengekor kepala sekolah, tidak memiliki
ide dan tidak dapat melaksanakan fungsi tugasnya secara baik, program
kepala sekolah itulah yang menjadi progam komite sekolah (tahunya hanya
tanda tangan dan stempel).
- Sering disebut Komite Sekolah Eksekutor: komite
sekolah model ini beranggapan bahwa komite sekolah adalah legislatif dan
kepala sekolah adalah eksekutif, kedudukan sebagai kepala sekolah sebagai
incaran, kepala sekolah tidak boleh salah. Jika kepala sekolah diindikasi
telah melakukan penyimpangan, komite sekolah tidak segan-segan mengajukan
rekomendasi kepada kepala dinas untuk mengganti kepala sekolah itu.
- Sering disebut komite sekolah normatif: komite
sekolah model ini mengerti, memahami, dan melaksanakan fungsinya, yakni
(1) memberikan pertimbangan, (2) memberikan dukungan, (3) melakukan
pengawasan, dan (4) menjadi mediator.
Tanpa bermaksud menyeragamkan terhadap
seluruh komite sekolah yang ada, namun demikian satu hal yang harus sama adalah
menumbuhkan dampak positif terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas
pembangunan pendidikan di setiap satuan pendidikan, sesuai dengan kebijakan
pendidikan yang telah diterapkan oleh pemerintah. Dengan peran dan fungsinya
komite sekolah berpengaruh positif terhadap laju perkembangan pendidikan di
satuan pendidikan.
EmoticonEmoticon